Pulang Kampung

Secara harfiah, pulang kampung bisa diartikan sebagai kegiatan pulang sesorang ke tempat ia berasal. Misalnya, Asep sejak lulus SMA merantau ke Surabaya dan menetap di sana. Kampung halamannya adalah Ciamis, Jawa Barat. Setahun sekali, saat hari raya keagamaan, ia selalu pulang ke kampung halamannya beserta keluarganya. Nah, itulah kira-kira arti sederhana dan contoh "pulang kampung".

Namun, saya merasa kurang puas jika definisi tersebut hasil olah pikir sendiri, sepertinya masih saja ada yang kurang. Maka dari itu, saya mencoba untuk mencari definisi lain sebagai pembanding, salah satunya saya temukan di laman online wikipedia. Dalam laman tersebut, yang saya temukan hanyalah sinonim dari "pulang kampung", yaitu "mudik". Laman tersebut mendefinisikan "mudik" sebagai berikut: "Mudik adalah kegiatan perantau/pekerja migran untuk kembali ke kampung halamannya. Mudik di Indonesia identik dengan tradisi tahunan yang terjadi menjelang hari raya besar keagamaan misalnya menjelang Lebaran. Dan seterusnya, silakan baca sendiri, ya. Hehehe".


Duh, rasanya kok jadi "njelimet banget", ya. Terlalu akademis. Padahal, sebenarnya saya hanya ingin berbagi cerita tentang perjalanan pulang kampung saya bersama keluarga ke kampung halaman tercinta, Lakbok, Ciamis, Jawa Barat.

Saya memang tidak seperti orang pada umumnya, yang melakukan kegiatan pulang kampung pada hari raya. Saya melakukan kegiatan pulang kampung pada hari biasa, di saat orang lain sedang melakukan aktivitas bekerja. Hal itu saya lakukan karena nenek saya meninggal dunia sehingga saya merasa wajib menyaksikan dan menguburkan jenazah serta melakukan beberapa kegiatan setelahnya seperti tahlilan yang, memang, sudah menjadi tradisi masyarakat setempat.


Begitu proses pemakaman dan rusan-urusan yang berkiatan usai dilaksanakan, yaitu pada hari Ahad 22 Januari 2017, esok harinya, Senin 23 Januari 2017 sejak pagi saya melakukan safari sialturahim ke beberapa tempat. Disebabkan oleh waktu yang sangat terbatas, saya pun menggunakan skala prioritas. Bukan berarti yang satu lebih penting, sedangkan yang lainnya kurang penting.


Tempat pertama yang saya kunjungi adalah SMP Negeri 1 Lakbok. Mengapa tempat ini menjadi tujuan pertama saya? Karena di tempat inilah saya mulai bisa berpikir harus bagaimana ketika dewasa kelak. Kita tahu, bahwa usia SMP adalah masa seseorang memasuki akil balig. Fase antara untuk menjadi dewasa dari masa kanak-anak, yang lazim disebut masa remaja. Pada usia SMP, anak-anak biasanya mengalami masa pubertas, menyukai lawan jenis. Bahkan, tak jarang yang sudah mulai coba-coba melakukan kegitan orang dewasa, contohnya merokok.


Tak terasa, setelah melalui jalan yang sedikit becek dan berbatu, akhirnya saya sampai ke tempat tujuan yaitu SMP Negeri 1 Lakbok. Dua pulah empat tahun sudah, sejak saya meninggalkan sekolah ini yaitu pada pertengahan 1992, saya belum pernah sekalipun menginjakkan kaki kembali di sekolah tercinta ini. Hari itu, Senin 23 Januari 2017, kira-kira pukul sepuluh pagi, setelah petugas keamanan membukakan pintu gerbang, saya pun masuk. Begitu kaki menginjak area halaman sekolah, subhanalloh, saya pun terpana oleh suasana sekolah yang begitu asri, rapi dan bersih. Betul-betul jauh berbeda dengan saat saya masih menimba ilmu di sini baik dari sisi bangunannya maupun tata letaknya.


Ketika orang di luar sana berteriak-teriak meminta keadilan, beradu argumentasi di media sosial untuk menasbihkan siapa yang paling benar dan menunjuk siapa yang salah, dan lain sebagainya, namun, di sini justru sebaliknya. Suasananya begitu teduh, aman, nyaman dan damai sebagaimana karakter sebuah lembaga pendidikan. Lembaga yang mencetak para pemimpin bangsa, para preofesional, pengusaha, ahli komputer dan teknologi informasi. Center of Excellence.