"Sabaraha sakilona?" tanya seorang pembeli.
"Rolas ewu bae, Kang." jawab seorang pedagang.
Bagi orang Lakbok, terutama yang lahir dan besar di Lakbok, mendengar percakapan di atas tentu sudah biasa. Pada satu waktu, bisa jadi kita mendengar orang-orang Lakbok sedang berkomunikasi dalam bahasa Sunda saja, di waktu yang lain dalam bahasa Jawa saja, atau kadang-kadang yang satu berbicara dengan bahasa Sunda lalu ditimpali dengan bahasa Jawa. Itu adalah sesuatu yang lumrah terjadi di Lakbok.
Itulah uniknya Lakbok, sebuah nama untuk daerah setingkat Kecamatan di Kabupaten Ciamis. Dua etnis, Sunda dan Jawa hidup berdampingan di wilayah paling Timur provinsi yang dipimpin oleh Ahmad Heryawan. Jawa Barat. Kedua etnis ini telah mendiami wilayah yang, dulunya sebagian besar berupa rawa, ini sejak puluhan tahun silam. Entah sejak kapan mereka berada di sini, sebab sampai saat ini belum ada peneliti yang menerbitkan jurnalnya. Mungkin, jika ada diantara anggota grup ini yang memiliki kompetensi di bidang antropologi atau kepurbakalaan, boleh kiranya melakukan penelitian sehingga jurnalnya bisa dijadikan sumber pengetahuan bagi kita.
Bahasa Sunda yang digunakan sebagai alat komuniksi sehari-hari penduduk Lakbok agak sedikit berbeda dengan bahasa Sunda yang ada di Jawa Barat bagian tengah, baik dari sisi dialek maupun kosa katanya. Dari sisi dialek misalnya, disebabkan oleh interaksi dengan bahasa Jawa yang terjadi secara terus menerus dan telah berlangsung dalam kurun waktu yang sangat lama maka dengan sendirinya terbentuk dialek tersendiri yang jauh berbeda dengan induknya di bagian tengah. Di telinga orang Sunda tengah, bisa jadi dialek ini terdengar aneh dan kurang bagus.
Demikian juga dengan kosa katanya. Kata "kawus" (yang berarti rasakan, Indonesia atau rasain, Betawi) kerap kita dengar dalam percakapan para penduduknya. Padahal, kata "kawus" sebenarnya merupakan bahasa Jawa yang telah diserap ke dalam bahasa Sunda orang Lakbok. Selain "kawus", masih ada lagi bebebrapa kosa kata dalam bahasa Jawa yang telah diserap ke dalam bahasa Sunda orang Lakbok, namun saya sendiri lupa. Maklum, saya pun telah lama meninggalkan Lakbok dan jarang berkomunikasi dengan dialek tersebut.
Akibat dari interaksi dengan bahasa Jawa yang telah begitu lama yang pada akhirnya membentuk dialek dan kosa kata sendiri itu, orang Lakbok, terutama pada usia sekolah mengalami kesulitan menyerap pelajaran bahasa Sunda. Materi bahasa Sunda yang terdapat dalam kurikulum sekolah mengacu kepada bahasa Sunda tengah, yang biasanya asing bagi orang Lakbok. Sebagai contoh, kata landeuh, tonggoh dan ilahar. Bagi orang Lakbok, kata-kata itu adalah kosa kata yang sama sekali belum pernah hadir dalam percakapan sehari-hari mereka. Akibatnya, saat ulangan atau evaluasi belajar, para siswa di sekolah-sekolah yang ada di Lakbok kesulitan menjawab soal-soal yang diberikan sehingga hasilnya, bisa jadi, kurang memuaskan.
Namun, beruntung bahasa Sunda ini tidak masuk dalam kategori mata pelajaran dalam evaluasi belajar tingkat akhir. Bisa dibayangkan, seandainya mata pelajaran ini masuk dalam Ujian Nasional, misalnya, bisa jadi para siswa yang berasal dari Lakbok akan mendapatkan nilai di bawah standard.
Namun demikian, biar pun perbedaan bahasa itu selalu hadir dalam kehidupan sehari-hari penduduk Lakbok, hal ini tidak menimbulkan pergesekan atau perselisihan yang berujung pada keributan, sebagaimana sering kita dengar terjadi di daerah lain. Hal inilah yang yang patut kita banggakan. Mereka lebih mengutamakan hidup rukun, gotong royong dan sikap saling toleransi. Sebagai contoh, mereka selalu membantu tetangga yang sedang membangun rumah, hajatan, dan kematian, tanpa sedikit pun mengharapkan pamrih. Hal itu mereka lakukan betul-betul tulus dan ikhlas. Tentu ini adalah nilai-nilai yang harus kita jaga dan lestarikan sehingga dapat menjadi contoh bagi daerah lain, khususnya yang memiliki karakteristik majemuk seperti di Lakbok.
"Aduh.... ieu suku titajong kana batu, euy", kata Asep Henradi, siswa kelas dua SMP.
"Kawus, lah. Mantak ge mun leumpang teh make mata, euy. Ulah nempoan nu teu pararuguh", ejek temannya.