Dua puluh lima tahun sudah saya meninggalkan tanah kelahiran saya. Lakbok. Alasan kepergian saya saat itu adalah karena ingin menuntut ilmu ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, yaitu Sekolah Menengah Atas (SMA) di kota Ciamis. Sebenarnya, saat itu di Lakbok sendiri pun sudah ada SMA walaupun, kalau tidak salah, baru berdiri dan untuk yang pertama kalinya baru akan menerima siswa baru. Namun, karena dorongan yang kuat ingin belajar hidup mandiri, jauh dari orang tua, maka sedikit pun saya tidak tergoda untuk sekolah di sekolah yang bernama SMA Negeri Lakbok tersebut. "Geus we, tong jauh-jauh teuing sakola mah, di Lakbok ge aya" kata orang tua saya saat itu sedikit melarang.
Maka sejak saat itu, tepatnya pertengahan 1992, saya resmi meninggalkan kampung halaman tercinta. Kampung halaman yang menyimpan berjuta cerita, seperti keindahan alamnya, keramahan penduduknya, keunikan budayanya, dan kelezatan kulinernya. Pecel, misalnya, sebagai salah satu olahan makanan khas masyarakat Jawa, cita rasanya berbeda dengan pecel-pecel yang ada di daerah lain, khususnya Jawa Tengah sebagai asal-muasal penganan tersebut. Pecel khas Lakbok memiliki ciri khas tersendiri. Bumbunya, yaitu berupa kacang tanah yang dihaluskan biasanya dicampur dengan garam, gula merah, kencur, cabe dan sedikit asam jawa. Jika saat saya masih kecil, cara menghaluskan bumbunya menggunakan cowet (cobek) dan mutu (ulekan) dengan cara digerus, sekarang mungkin sudah menggunakan alat khusus penghalus kacang tanah.
Bumbu kacang tanah yang telah bercampur rempah-rempah tadi kemudian diberi sedikit air sehingga bisa disiramkan ke dalam sayur-sayuran yang telah direbus atau dikukus. Nah, untuk sayur-sayuran ini pun berbeda dengan pecel dari daerah lainnya. Pecel ala Lakbok selain berisi sayur-sayuran pada umunya, seperti bayam, kangkung dan tauge, juga dilengkapi dengan sayur-sayuran yang, mungkin, hanya tumbuh di Lakbok. Apa sajakah sayur-sayuran khas Lakbok tersebut? Salah satunya adalah bunga kecombrang, bunga yang berasal dari sejenis tumbuhan yang tumbuh berkelompok seperti bambu namun tidak tergolong ke dalam tanaman keras. Aroma dan rasa bunga ini cukup keras dan sedikit masam, sehingga memberikan kesan khusus terhadap pecel.
Selain bunga kecombrang, sayuran khas lainnya adalah bunga turi. Pohon turi biasanya tumbuh di pematang sawah atau sebuah area terbuka yang banyak terkena sinar matahari. Pohonnya hampir mirip dengan pohon petai cina, sedangkan bunganya mirip bunga sedap malam namun ukurannya lebih besar. Warnanya hijau keputih-putihan. Jika bunga ini direbus atau dikukus dan digabungkan dengan sayur-sayuran lainnya dalam pecel, maka akan memberikan citarasa tersendiri.
Selanjutnya adalah daun krema. Daun ini sebenarnya merupakan rerumputan khas dataran rendah yang tumbuh di pematang sawah dan rawa-rawa. Karena berupa rumput, maka tumbuhannya pun pendek namun berumpun. Daunnya bulat dan halus serta berwarna hijau. Jika direbus maka rasanya pun sedikit kesat dan lembek, tidak seperti kangkung yang alot. Kelembekannya setelah direbus lebih mendekati kelembekan bayam.
Terakhir, biasanya ada tambahan daun cakra-cikri. Tanaman ini biasanya berupa perdu, biasa dibuat untuk pagar hidup di pekarangan rumah. Daunnya berbentuk lancip dan pinggirannya sedikit bergerigi. Jika direbus pun sedikit memberikan rasa langu. Cocok bagi penikmat kuliner yang bosan dengan rasa pecel yang monotan alias yang itu-itu saja.
Jika kesemua sayuran itu telah selesai dimasak baik secara bersamaan maupun terpisah, maka campurkan masing-masing sayuran tersebut secukupnya dalam satu porsi makan di atas piring atau daun pisang, lalu siram dengan bumbu kacang tanah tadi. Setelah disiram, jangan lupa aduk-aduk agar bumbunya menyatu dengan sayuran. Nah, kini saatnya Anda menyantap pecel tersebut.
Namun hati-hati bagi yang tidak suka pedas dan bermasalah dengan perut. Pecel khas Lakbok biasanya tidak mengenal belas kasihan. Penjual atau pembuat pecel tidak mempedulikan kondisi pembeli. Semua dipukul rata, semua dianggap tahan dengan rasa pedas. Disebabkan cabe yang digunakan sebagai campuran bumbu kacang merupakan jenis cabe rawit yang biasanya masih segar, hasil memetik dari kebun sendiri, maka rasanya pun sangat pedas. Dalam hal ini, saya pernah mengajak teman dari Jakarta, saat makan siang saya membelikannya pecel. Suapan pertama, teman saya masih belum merasakan apa-apa. Namun begitu supan ketiga dan seterusnya mulutnya mulai kepedasan. Mukanya pun berubah merah dan keringat pun mulai mengucur deras. "Hes..ha..hes..ha....gelo, euy, lada pisan. Cengekna sabaraha kilo, ieu" katanya kepada saya saat itu. Esok harinya, teman saya tersebut mencret-mencret karena pencernaannya bermasalah dengan rasa pedas.
Maka sejak saat itu, tepatnya pertengahan 1992, saya resmi meninggalkan kampung halaman tercinta. Kampung halaman yang menyimpan berjuta cerita, seperti keindahan alamnya, keramahan penduduknya, keunikan budayanya, dan kelezatan kulinernya. Pecel, misalnya, sebagai salah satu olahan makanan khas masyarakat Jawa, cita rasanya berbeda dengan pecel-pecel yang ada di daerah lain, khususnya Jawa Tengah sebagai asal-muasal penganan tersebut. Pecel khas Lakbok memiliki ciri khas tersendiri. Bumbunya, yaitu berupa kacang tanah yang dihaluskan biasanya dicampur dengan garam, gula merah, kencur, cabe dan sedikit asam jawa. Jika saat saya masih kecil, cara menghaluskan bumbunya menggunakan cowet (cobek) dan mutu (ulekan) dengan cara digerus, sekarang mungkin sudah menggunakan alat khusus penghalus kacang tanah.
Bumbu kacang tanah yang telah bercampur rempah-rempah tadi kemudian diberi sedikit air sehingga bisa disiramkan ke dalam sayur-sayuran yang telah direbus atau dikukus. Nah, untuk sayur-sayuran ini pun berbeda dengan pecel dari daerah lainnya. Pecel ala Lakbok selain berisi sayur-sayuran pada umunya, seperti bayam, kangkung dan tauge, juga dilengkapi dengan sayur-sayuran yang, mungkin, hanya tumbuh di Lakbok. Apa sajakah sayur-sayuran khas Lakbok tersebut? Salah satunya adalah bunga kecombrang, bunga yang berasal dari sejenis tumbuhan yang tumbuh berkelompok seperti bambu namun tidak tergolong ke dalam tanaman keras. Aroma dan rasa bunga ini cukup keras dan sedikit masam, sehingga memberikan kesan khusus terhadap pecel.
Selain bunga kecombrang, sayuran khas lainnya adalah bunga turi. Pohon turi biasanya tumbuh di pematang sawah atau sebuah area terbuka yang banyak terkena sinar matahari. Pohonnya hampir mirip dengan pohon petai cina, sedangkan bunganya mirip bunga sedap malam namun ukurannya lebih besar. Warnanya hijau keputih-putihan. Jika bunga ini direbus atau dikukus dan digabungkan dengan sayur-sayuran lainnya dalam pecel, maka akan memberikan citarasa tersendiri.
Selanjutnya adalah daun krema. Daun ini sebenarnya merupakan rerumputan khas dataran rendah yang tumbuh di pematang sawah dan rawa-rawa. Karena berupa rumput, maka tumbuhannya pun pendek namun berumpun. Daunnya bulat dan halus serta berwarna hijau. Jika direbus maka rasanya pun sedikit kesat dan lembek, tidak seperti kangkung yang alot. Kelembekannya setelah direbus lebih mendekati kelembekan bayam.
Terakhir, biasanya ada tambahan daun cakra-cikri. Tanaman ini biasanya berupa perdu, biasa dibuat untuk pagar hidup di pekarangan rumah. Daunnya berbentuk lancip dan pinggirannya sedikit bergerigi. Jika direbus pun sedikit memberikan rasa langu. Cocok bagi penikmat kuliner yang bosan dengan rasa pecel yang monotan alias yang itu-itu saja.
Jika kesemua sayuran itu telah selesai dimasak baik secara bersamaan maupun terpisah, maka campurkan masing-masing sayuran tersebut secukupnya dalam satu porsi makan di atas piring atau daun pisang, lalu siram dengan bumbu kacang tanah tadi. Setelah disiram, jangan lupa aduk-aduk agar bumbunya menyatu dengan sayuran. Nah, kini saatnya Anda menyantap pecel tersebut.
Namun hati-hati bagi yang tidak suka pedas dan bermasalah dengan perut. Pecel khas Lakbok biasanya tidak mengenal belas kasihan. Penjual atau pembuat pecel tidak mempedulikan kondisi pembeli. Semua dipukul rata, semua dianggap tahan dengan rasa pedas. Disebabkan cabe yang digunakan sebagai campuran bumbu kacang merupakan jenis cabe rawit yang biasanya masih segar, hasil memetik dari kebun sendiri, maka rasanya pun sangat pedas. Dalam hal ini, saya pernah mengajak teman dari Jakarta, saat makan siang saya membelikannya pecel. Suapan pertama, teman saya masih belum merasakan apa-apa. Namun begitu supan ketiga dan seterusnya mulutnya mulai kepedasan. Mukanya pun berubah merah dan keringat pun mulai mengucur deras. "Hes..ha..hes..ha....gelo, euy, lada pisan. Cengekna sabaraha kilo, ieu" katanya kepada saya saat itu. Esok harinya, teman saya tersebut mencret-mencret karena pencernaannya bermasalah dengan rasa pedas.